Huruf pegon adalah huruf dengan menggunakan aksara arab atau lebih
tepatnya huruf yang dimodifikasi dengan ejaan Indonesia (jawi). Huruf
pegon muncul sekitar tahun 1200 M / 1300 M bersamaan dengan masuknya
ajaran islam di Indonesia.
Membedakan huruf Arab pegon dengan huruf Arab asli bisa dikatakan
sangat mudah. Penulisan Arab pegon menggunakan semua aksara Arab
Hijaiyah, dilengkapi dengan konsonan abjad Indonesia yang ditulis dengan
aksara Arab yang telah dimodifikasi.
Dan menurut catatan lain, huruf pegon muncul sekitar tahun 1400 M
yang digagas oleh RM. Rahmat atau lebih dikenal dengan sebutan Sunan
Ampel di Pesantren Ampel Dentha Surabaya. Sedangkan menurut pendapat
lain, penggagas huruf pegon adalah Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung
Jati Cirebon. Wallahu A’lam.
Huruf pegon terbentuk seiring pergantian masa kejayaan kepercayaan
animisme, dinamisme, hindu dan budha. Dan juga terbentuk karena
dikalangan pesantren membutuhkan formula bahasa yang dapat digunakan
untuk mempermudah mempelajari kandungan al Quran Hadis yang berbahasa
arab. Maka dari sinilah huruf pegon terbentuk.
Penamaan
huruf pegon sangat banyak, di daerah Malaysia dinamakan huruf Jawi.
Sedangkan dikalangan pesantren dinamai huruf arab pegon. Namun di
kalangan yang lebih luas, huruf Arab pegon dikenal dengan istilah huruf
Arab Melayu karena ternyata huruf Arab berbahasa Indonesia ini telah
digunakan secara luas di kawasan Melayu mulai dari Terengganu
(Malaysia), Aceh, Riau, Sumatera, Jawa (Indonesia), Brunei, hingga
Thailand bagian selatan. Tak heran, jika kita membeli produk-produk
makanan di kawasan dunia Melayu (Malaysia, Thailand Selatan, Brunei, dan
beberapa wilayah di Indonesia) dapat dipastikan terdapat tulisan Arab
pegon dalam kemasannya walaupun dengan bahsa yang berbeda.
Huruf Pegon berasal dari lafadz jawa pego, yang artinya
menyimpang. Karena memang huruf ini menyimpang dari literatur arab juga
dari literatur jawa. Bagi yang pernah nyantri tentunya faham dengan
huruf pegon, huruf-huruf ini bisa dikatakan sebagai sebuah aksara nyleneh, karena tatanannya yang agak berbeda dengan bahasa aslinya (Arab bukan, Jawa juga bukan).
Sayangnya, huruf Arab pegon kini tak lagi dikenal oleh masyarakat
luas. Padahal, menurut sejarahnya, huruf Arab pegon telah digunakan
secara luas oleh para penyiar agama Islam, ulama, penyair, sastrawan,
pedagang, hingga politikus di kawasan dunia Melayu. Peran penjajah juga
mempengaruhi berkurangnya pemahaman huruf pegon. Karena pada masa
penjajahan dalam pemerintahan bahasa yang digunakan adalah huruf latin.
Sedangkan huruf pegon terisolir didunia pesantren.
Pergeseran penggunaan huruf Arab pegon bukan cuma pada huruf latin
saja, namun hingga menjadi huruf Romawi. Hal ini dimulai saat Kemal
Attaturk dari Turki menggulingkan kekuasaan Khalifah Utsmaniyah
terakhir, Sultan Hamid II pada tahun 1924.
Kongres bahasa yang diadakan di Singapura pada 1950-an memperkuat
kedudukan huruf Romawi. Salah satu keputusan dalam kongres tersebut
menghasilkan pembentukan Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia yang
mempelopori dan mengompori penggunaan abjad Romawi. Saat itulah hampir
semua penerbit koran, majalah, dan buku dengan terpaksa mengganti aksara
Arab pegon dengan huruf Rumawi.
Pakem Pegon
Dalam penulisan bahasa apapun tentu ada pakem atau gramatika tertentu
yang menjadi acuan. Sebagaimana literatur bahasa arab yang mempunyai
pakem bahasa disebut nahwu sharaf, begitupun dalam penulisan huruf
pegon.
Secara tertulis, pakem asli dari huruf pegon belum pernah ditemukan.
Namun, melihat dari bebarapa kitab klasik yang ditulis dengan
menggunakan bahasa daerah, terdapat beberapa huruf yang semuanya hampir
mirip dan perbedaannya hanya tertuju pada pembubuhan huruf vocal saja.
Pakem dari huruf pegon adalah modifikasi huruf arab yang ditranslit
masuk dalam huruf-huruf carakan (aksara jawa), dan bermetafora
menyesuaikan diri dengan huruf abjad (hal ini diistilahkan dengan abajadun) dalam hal inilah (modifikasi dengan huruf abjad) yang banyak dipelajari hingga saat ini.
Berikut ini adalah tabel modifikasi huruf pegon dengan carakan (Hanacaraka):
Dalam tabel tersebut terdapat berbagai pembawuran (istilah pesantren untuk menilai pada perkara yang diplesetkan) huruf arab yang memang tidak sesuai literatur bahasa aslinya.
Itu bisa dilihat dari beberapa kaidah-kaidah dalam penulisannya.
Seperti huruf (Ca) yang ditulis dengan menggunakan huruf arab (Jim)
dengan titik tiga. Kemudian (Po) menggunakan huruf (Fa’) dengan tiga
titik diatas. Aksara (Dha) menggunakan huruf (Dal) dengan tiga titik
diatas. Aksara jawa (Nya) menggunakan huruf (Ya’) dengan tiga titik
diatas. Serta aksara jawa (Nga) dengan menggunakan huruf arab (‘Ain)
dengan tiga titik.
Huruf pada tabel diatas meruakan huruf mati semua (konsonan) sebelum
dibubuhi huruf vocal. Sedangkan huruf vocal pada literartur arab hanya
ada tiga, yaitu: alif, ya’ dan wawu (ا ي و ). Serta harakat fathah,
dlomah, kasroh, pepet dan hamzah (hanya untuk alif).
Penggunaan huruf vocal dan beberapa harakat ini adalah untuk
memudahkan dan juga menjauhkan kesalahan dalam pembacaan, hal ini karena
dalam penulisan arab pegon atau huruf jawi banyak terjadi kesamaan.
Berikut adalah tabel modifikasi huruf hijaiyah dengan huruf latin atau lebih dikenal dengan istilah Abajadun:
Dalam tabel diatas terdapat sebuah simbol nomor yang tertera dalam
masing-masing huruf, ini berguna untuk menghitung dalam almanak dan
banyak terdapat pada kalender yang menyertakan almanak. Ini tidak
berbeda jauh dalam beberapa huruf Romawi semisal huruf (X) untuk angka
10.
Hanya saja, sebenarnya dalam pembuatan huruf abajadun ini lebih banyak digunakan dalam ilmu hisab (hitung). Hal ini sesuai dengan sejarah dari huruf abajadun itu sendiri.
Ilmu menghitung aksara arab telah di kenal sejak masa kejayaan islam.
ilmu tersebut , konon merupakan bagian proyek alih pengetahuan yang
dihelat Dinasti Abbasiyyah dengan menerjemahkan buku – buku asing.
Setelah melalui proses ” asimilasi” , ilmu itu di kembangkan oleh para
ulama ahli hikmah, sebagai contohnya adalah Al Imam Abdul Abbas Ahmad
bin Ali al Buni dengan kitabnya Syamsul Ma’arif dan Manba’u Ushulil Hikmah serta Al Imam Abu Hamid Muhammad al Ghazali dalam Al aufaq.
Ilmu hikmah adalah ilmu yang di turunkan oleh Allah khusus kepada
Hurmus (tokoh yang hingga kini masih diperdebatkan). Hurmus itulah yang
diberi kemampuan Allah bisa menerjemahkan nilai – nilai gaib menjadi
kenyataan. Dan dari nama Hurmus itu terbentuk kata hermeneutic (upaya menafsirkan yang gaib menjadi kasat mata). Wallahu a’lam.
MENU
HOT SELEBRITY
You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "
naruto
ARTIKEL
Kamis, 19 Juli 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar